Aku melihat , diriku di taman bermain dengan seorang anak kecil yang lucu cantik, lagi menggemaskan, aku lihat diriku mendorong ayunan , dan si kecil tertawa bahagia, dan memanggilku ibu, ia melompat dari ayunan, dan menghambur berlari pada seorang lelaki, kemudian lelaki itu menggendongnya, gadis kecil itu menciumi pipi lelaki yang menggendongnya, di tatapnya lekat penuh kasih , dan berkata ayah. Aku lihat diriku menghampiri lelaki itu dan anak kecil yang bermain denganku, dan aku menyapanya
“ayah sudah pulang dari surabaya?kapan?”ujarku sambil mencium tangan , dan ia menyambutku dengan menyium keningku penuh kelembutan.
“ibu arin” suara bisikkan anak kecil membangunkan lamunanku
"astagfirullah...'aku terhenyak dan mengumpulkan kesadaranku kembali, lagi lagi aku melamun hal yang sama,ujarku dalam hati
"eh zahra, kenapa nak, mengangetkan ibu saja"sapaku lembut , tanganku menyentuh pipinya, ia hanya membalas dengan senyuman dan lagi lagi terdiam
"kenapa sayang"tanyaku lagi. ia hanya tersenyum , dan kemudian berjalan keluar dengan perlahan
ah ntahlah dari sekian anak didik di Tk ini hanya dia yang pendiam, saat yang lain lincah bermain, saat yang lain nakal, cuma dia yang paling diam. hobinya adalah menggambar ibu ayah dan dia.
suatu hari pernah ia menggambarkan, ibu , ayah dan gambar dirinya, ia berlari dari mejanya dan menunjukkan padaku, sambil menunnjukkan gambar ayah dan dia, saat gambar ibu ia hanya terdiam menatap gambar itu, dan menundukkan kepla, kemudian terduduk, aku pun memeluknya layaknya anakku sendiri.
crek crek crek...suara kecrek dari Bu Aisyah menggema seantero sekolah, semua anak pun kembali keruangan, ku lihat bebrapa anak terlihat bermandikan keringat, kotor dengan jajanan, kotor oleh tanah, tapi tak membuat mereka bersedih hati. wajah polos tanpa beban, yang membuat aku bisa tersenyum sekali pun kenyataan pahit harus di telan
dalam ricuh yang dirindui, dalam panggilan ibu yang dinanti, kini hanya jadi serpihan mimpi yang menguap di telan asa. kini ku hanya mampu berpasrah atas kenyataan pahit ini.
sepulang dari mengajar, aku segera bergegas ke rumah, karena harus mempersiapkan beberpa perlengkapan untuk akreditasi sekolah dan lain lain. sepertinya satu bulan kedepan aku akan sangat sibuk. satu dari lokasi mengajar menuju rumah aku tempuh. sesampai di rumah ibu menyambutku
"arin kau sudah pulang, kemarilah nak ibu ingin membicarakan sesuatu"ujar ibu yang sedang sibuk didapu,aku segera menyambut panggilannya.
"ada apa bu, tumben ibu ga kerja?"tanyaku keheranan
"tidak nak, tadi ibu dari rumah ibu Anis, tadi ibu silaturahim ke beliau. begini nak"ibuku tampak serius, dan aku sudah menebak arah pembicaraannya, ia pun duduk disampingku di meja makan, sambil memegang tanganku serius
"arin anakku, ntahlah ini tawaran ibu yang kesekian kali, setelah kau menolak dan ditolak oleh lamaran lamaran yang ada"suaranya semakin lembut, aku tahu ibu sedang menjaga hatiku agar tidak terluka lagi, aku tahan rasa sedih yang menggelayut selama ini, aku pasang ekspresi setenang mungkin, agar tidak merusak suasana hatinya
"ya bu lantas"
"ya begini, ada seorang pemuda hendak melamarmu,ia sangat baik, ibu sudah melihatnya, dia sodara teman ibu..dia beda dua tahun denganmu tapi dia"
"tapi ibu,,ibu tahu sendiri apa yang membuat aku enggan, ibu tahu apa yang membuat aku hingga usiaku ini masih belum menikah, masih pantaskah saya bu,,"setetes demi setetes air mata meleleh, yang selama bertahun tahun aku tahan , dan mencoba tegar wlaau sebenarnya rapuh
"ibu..ibu sangat tahu hal itu kan bu, aku sangat takut dan trauma atas sikap dan penolakkan dari mertua dan calon suamiku saat ia tahu keadaanku, rasanya aku tak berharga ibu, maafkan aku ibu, membuatmu sedih, maafkan aku ibu belum bisa memberikan cucu untukmu, padahal arin tahu ibus angat rindu menggendong cucu seperti teman teman ibu yang lain"aku pun menghambur dalam pelukkan ibukku, ia un menangis saat memelukku,
"ibu, dalam sujud setiap malam, aku memohon padaNya agar mengirimkan seseorang yang bisa menerima aku apa adanya, wanita mana yang tak ingin menyempurnakan setengah diennya, wanita mana yang tak ingin menjadi sempurna sebagai seorang wanita, wnaita mana yang tak ingin itu ibu"isakku dalam kepiluan yang mendalam, bertahun tahaun aku menyimpan luka ini, setelah kejadian 5 tahun lalu
"sabar ya sayang, ibu tak mengapa"ibu membelai kerudungku, aku mersakan tetesan air mata itu jatuh membasahi pipiku
"ibu, adakah saat ini pria yang mau menerima wanita tua sepertiku, wanita yang telah dibatalkan lamarannya berkali kali. karena ketidaksempurnaanku, karena rahimku yang tak bersama tubuhkuuuu"teriakku dalam peluk, aku tak bisa menhan kepiluan , hanya bisa menangis sedlam rasa sakit saat aku harus kehilangan rahimku.disini .di hati
dalam penantian tahun demi tahun , dalam do'a bersama tetesan tawakal, aku panjatkan pada dia yang jiwaku dalam genggamanNYa, memohon agar hatiku dan tubuhku kuat menahan ini semua. setip berjumpa dengan anak anak disekolah, aku mersakan hatiku terenyuh, terkoyak, namun terobati rindu rindu itu, dan saat ibunya kembali menjemput pilu itu menyeruak, dalam lamunan yang selalu terjaga oleh si kecil zahra. aku lalui hari hari setelah perbincangan itu. setegar rumput liar aku bertahan meski sebenarnya aku pun begitu rapuh.
"ibu ariiinn"suara yang selalu aku tunggu
"iya anak anak"tanganku dicium satu persatu oleh mereka, polos halus, dan begitu menyenangkannya mereka buatku. ibu anak-anak pun berlalu meninggalkan anak anaknya bersamaku. ah rabb mereka pengobat lara buatku. ujarku dalam hati. mereka pun masuk ke kelas dengan ramai.
"ibuuuu..."aku tahu suara itu
"zahra..tumben baru datang"sapaku sambil menyambutnya, aku pun memposisikan tubuhku dengan zahra, ku pegang keplaanya
"iya ibu, aku kesini dengan ayah, mba Lia sedang sakit"jawabnya polos, singkat namun perlahan, zahra menatapku dalam, tatapan yang begitu menusuk hatiku.
"eh ini ibu zahra ya, kenalkan saya Arya Wastu Kurnia, ayahnya Zahra" ujarnya sambil tersenyum. penampilannya sungguh sangat teduh, rapih dan dewasa.
"ibu ...zahra masuk dulu ya"
"baiklah"usapku menyentuh kepalanya..
zahra pun meninggalkan aku dengan ayahnya
"ehmm bu sepertinya saya harus segera, kembali ke aktivitas ,titip Zahra ya bu"
"oh iya pak Arya "
"kalau begitu saya pamit, assalmu'alaikum "
"wa'alaikum salam"aku setengah tergugu melihatnya berlalu, ini ayah dari zahra ujarku dalam hati
"ah apa yang aku bayangkan" aku pun berlalu meninggalkan tempat bermain.
angin berhembus begitu halus , di pelataran rumah, aku baru pulang dari rumah teman selesai dari tempat mengajar, aku melihat ibu sedang duduk manis di depan taman.
"ibuuu ..assalamu'alaikum"
"wa'alaikumsalam, nak kenapa baru pulang, tadi teman ibu yang waktu itu ibu ceritakan datang kesini, bersama sodara yang hendak ia kenalkan padamu"
aku yang mendengar itu kembali menghela nafas dalam
"maafkan arin bu, tadi ke rumah teman dulu menengok anak keduanya yang baru dilahirkan, ibu satu minggu setelah ibu bicarakan padaku, aku mencoba mengistikhorohkan pilihan ibu, dan aku mengambil keputusan itu, untuk menikah dengan pilihan ibu" sambil duduku disamping ibu di teras rumah.
"benarkah nak...."
"tapi apakah ia mau menerima ku bu??'"
"heum dia mau menerima anak ibu yang cantik ini apa adanya, tapi nak ibu lupa bilang bahwa ia seorang duda dan sudah punya anak satu"
"benarkah ibu..."aku sempat terdiam
"baiklah ibu tak mengapa, semoga aku bisa menyayangi anaknya seperti anakku sendiri, meski bukan dari rahimku sendiri, siapa namanya ibu?"
"ohh iya namanya...aduh kok ibu lupa ini ibu ada fotonya" mengeluarkan sebuah foto dari sebuah album, dan aku menyambut foto itu
"astagfirullah....dia....???"
akad nikah pun berkumandang, dalam haru yang membahana jiwaku, ibuku dan sikecil zahra di sampingku, sikecil yang membuat aku teduh melihatnya, dan pria yang siap menerima ketidaksempurnaanku ini Arya Waktu Kurnia. pada dialah yang akan aku persembahkan cinta, kesetiaan dan kasih sayangku.anakku dan suamiku. Sampailah cintaku pada batas penantianku.sepanjang akad nikah zahra duduk disampingku dan aku melihat gambar ayah ibu dan anak kecil, namaku tercantum disana dengan tanda hati di ujung namaku.Ibu Arin
mengharukan.. seperti apa aku nanti.. :(
ReplyDeleteseperti yang kang andy inginkan
ReplyDeleteterharu :(..bagus ayu.
ReplyDeletenice story....kalo yang ini kayanya layak masuk koran...:)
ReplyDelete@kang Andy : ya semoga sesuai rencana akang
ReplyDelete@Mba meuti :alhamdulillah masih belajar mba..say sangat ingin mmbuat novel nih
@kak raum : begitu ya kak....heum heum boleh boleh
endingnya bahagia.. akhirnya menikah juga.. eh, kenapa nggak diikutin kontes kecubung tiga warna?.. bagus loh ceritanya
ReplyDeleteehem...
ReplyDelete@kang Gaphe : wah begitu ya kak...gimna caranya
ReplyDelete@kang kemal : apa kang ???
Good b^^d
ReplyDeletemkdih kang farhan
ReplyDelete