~Ummu Hurairah~
Mengeja meski sulit, mengerti meski tertatih, tapi tak ada
yang lebih besar perjuangan dari pada itu semua. Dalam perjalanan menuju
jakarta aku tersentak kaget karena pa yang aku saksikan dari atas mobil.
Saat itu sore menjelang, dengan langit temaram jingga
membanjiri semesta langit, saat itu aku sedang menikmati tetesan hujan yang
singgah dijendela bus menuju Jakarta, tetesan itu menyapaku dengan lembut
“sore rahayu…..sapanya sambil berlalu “ ujung jariku pun
menyentuhnya dibalik kaca, dan tersenyum menikmati dingin yang menghunus
melalui sela sela jendela. Aku pun berlalu meninggalkan hujan yang deras
diluaran sana , kembali pada bukuku, buku tentang persiapan menuju gerbang
kematian.
Kematian itu lebih
dekat dari pada urat leher, dan tidak ada teman dekat selain kematian, tidak
ada jalan yang lebih dekat dari pada kematian.
Rasa kantuk menerjang mata, membuat tanganku sekejap menutup
buku itu dan aku dekap didada, namun tak lama dalam lelap tidur yang sekejap,
terdengar suara ribut dari sekelilingku. Suara histeris dan tangis dari dalam
bus, aku terbangun seketika, dan berusaha mengumpulkan semua kesadaranku yang
masih bersembunyi dalam mimpi tidur. Aku berdiri dari kursiku dan dengan cepat
aku menoleh kearah luar jendela , seperti yang lain dan aku mencari tahu…
“ya Allah,,,,,,,,, apa yang aku saksikan, darah mengenang
dikubangan air, ada buraian perut terhambur dari balik pintu mobil yang
tergelatak, dan genangan duka pun meliputi jiwa jiwa yang menyaksikan kejadian
sore itu, yang lebih naas lagi, aku melihat anak kecil berusia sekitar 2 tahun
tergolek tak berdaya, kakinya mengerang, ntah apa yang terjadi.”
Aku terjauh diatas kursi, lemas menahan rasa ngeri, rasa
duka , terlebih melihat anak kecil tadi yang masih tergolek hidup, mobil ini
tak bisa berhenti, hanya bisa member kesempatan untukku melihat, tanpa bisa aku
rengkuh anak tadi. Tangis pecah seperti langi yang sedang mengurai duka yang ia
lihat dalam perjalanan ini. merinding sekujur badan . jika saja satu masa
kematianku akhirnya sampai padaku. Maka datanglah ia saat aku sedang dalam
sebaik baik iman, sebaik baik sangka padaMu, sebaik baik amal, sebaik- baik
kematian..
Aku melihat ibu tua yang duduk disampingku hanyut dalam
renungan atas apa yang ia lihat.
Sampai kemana kamu akan lari
Keujung mimpimu
Keujung masa
Atau ke lubang semut sekalipun
Kematian tak bisa terelakan
Ia tak bisa dihindari
Pasti datang , saat kau siap bahkan tidak sama sekali
“Neng…neng….”suara ibu tua membangunkan aku, aku langsung
terjaga perlangsung terjaga dari tidurku
“Astagfirullah, aku ketiduran ya bu…”ujarku masih setengah
tak sadar.
“neng kenapa tadi
nangis waktu tidur, maaf ya ibu jadi perhatikan eneng tadi, ibu khawatir kenapa
kenapa sama eneng…” ujarnya sambil memberikan bukuku yang tadi ku dekap dan
ternyata , tanpa sadar aku menjatuhkannya saat tertidur.
“astagfirullah ibu tadi aku bermimpi melihat kecelakaan dari
sini, rasanya begitu nyata, tapi tadi itu benar benar mimpi untunglah, tak
sadar aku juga menangis ibu” ujarku pada ibu tua yang ikut dalam mimpiku. Aku
pun berdiri dan mencoba melihat sekeliling, semua dalam keadaan tenang,
sebagian tertidur, sebagian lainnya sedang sibuk dengan handphone dan sebagian
lainnnya berbincang bincang.
Aku terduduk kembali di kursi merah dalam perjalanan menuju
lebak bulus, aku menoleh kesamping dan melihat hujan mulai mereda, dan aku
melihat langit tersenyum dengan warna merah , kuning dan hijau , biru ungu dan
jingga.
*cerpen ini terinspirasi oleh kejadian temanku, dan
aktivitasku yang suka rapat dengan sahabatku di Ikahimki…^^…so ini fiktif
belaka
No comments:
Post a Comment
tulis komen mu disini ya