10/22/2012

Cerita Tanpa Judul, Tentang Ibu

~Ummu Hurairah~

"Tak tahulah dosa ayahmu apa pada ibu, terlebih padamu yang tak tahu apa-apa " setetes luka jatuh membasahi kulit lembut bayi mungil itu dari pipi yang lusuh karena buramnya kehidupannya.

"Maafkan ibu nak, bukan niat membuangmu karena ibu membencimu, justru ini kasih sayang ibu padamu" tetesan luka itu deras membasahi kening sang bayi yang mulai merengek , karena sentuhan luka itu membuat sang bayi merasakan perpisahan itu menjadi tangisan bayi yang penuh kesedihan, langit yang gelap menyaksikan tangan itu terulur perlahan, menjauh sejauh bulat di ujung langit.

jika saja anak ini bisa berbicara , mungkin ia akan berbicara demikian.
"ibu betapa kau tega padaku, sungguh aku sangat mengharapkan kasih sayangmu, 9 bulan aku menunggu untuk bisa menatap wajhmu, merasakan kasih sayangmu, namun ketika aku lahir dengan begitu mudahkah kau ulurkan tanganmu jauh dariku, salah apa aku?? aku tak mengerti apa -apa dengan dunia ini, jika ayah memang tak bertanggung jawab, apakah kau akan sama dengannya memperlakukan aku demikian, sungguh jika Tuhan izinkan aku bicara , masih kau kau buang aku disungai seperti ini"

tangan malaikat menjulur , lewat seorang pemulung tua renta, yang tersenyum bahkan saat melihatnya, buka tetesan luka, namun sebuah hadiah indah dari sang maha pecipta, dan ruh baru dalam hidup sang pemulung tua renta.

dari kejauhan mata itu masih mengamati, dengan tetesan luka merembes dibalik batang pohon, ya wanita yang tega membuang anaknya mengamati dari jauh, bahwa seorang tua renta sudah membawa bayi mungilnya itu, dan ia pun pergi berderai luka.
simungil menolehkan lehernya kerah langkah ibunya yang jauh pergi, nuraninya merasakan perpisahan dalam lewat tangisan bayi yang cuma itu yang bisa ia lakukan...

~teng...teng....jam sekolah...

"Anak-Anak hari ini adalah hari ibu, jadi seperti yang sudah ibu tugaskan kemarin silakan bacakan puisi tentang ibu di depan kelas"  sebuah berita menarik dari lisan ibu manis , Bu Sarah. anak anak menyambut riang, Riuh anak nak membahana seisi kelas, kecuali Aya di bangku terdepan baris ke 2 , ia menundukkan wajahnya.

Bu sarah yang melihat Aya yang tak semangat kemudian menghampirinya, mengelus kepalanya , sambil tersenyum "kenapa sayang?"
Aya mendongkakkan wajahnya sambil berusaha tersenyum, meski saat itu ia tetesan rindu itu jatuh membasahi putih pipinya.
"Bu sarah..."lirihnya...
Bu sarah yang tahu kondisi Aya , lantas memeluk Aya, dan mengambil kertas yang tergeletak diatas meja. derai rindu aya pun mejalar ke hati Bu sarah, saat matanya membaca kata demi kata rindu itu

Ibu...
aku rindu padamu
aku tidak tahu mengapa kau tinggalkan aku
aku sangat ingin seperti yang lain 
kau peluk
kau cium keningku
kau sapa aku
kau tersenyum padaku
kau marah padaku
kau elus keningku
dan kau katakan sayang padaku
tapi ragamu tak dihadapanku bu
dimanakah engkau
aku rindu sekali dan ingin bertemu

tangis itu tersenguk penuh kepiluan dalam pelukkan bu Sarah,
"sabar ya sayang"

~Aya tumbuh menjadi gadis remaja pada umumnya, mencicipi bantuan sekolah dari pihak pemerintah, keberuntungan menghampirinya , setelah laki lakia tua pemulung itu wafat dan ia hidup sendiri , Bu Sarah lantas menjadi ibu angkatnya. Begitulah dunia memang sempit, saat itu aya sudah memasuki SMP saat bu Sarah  membawanya ke rumah. 
"Aya sayang masuklah ibu akan kenalkan pada orang rumah, yang sudah 10 tahun lebih bekerja disini, ada pak Ramdan supir ibu di masih muda dan memiliki 2 orang anak  dan Ibu Iin, yang sudah ibu anggap ibu sendiri"
"Pak ....Ibu.....kemari, aku ingin mengenalkan anak angkatku". Aya yang sudah masuk ke dalam rumah lantas duduk di kursi tamu milik Bu Sarah, kursi itu nampak empuk dia rasakan, sepanjang hidupnya ini tidak pernah ia meraskan kursi empuk. Matanya kemudian berjalan mneyusuri tepian demi tepian rumah bu Sarah, ia  pun memainkan kakinya , kemudian melihat lantai yang berkilau, lantai duluyang ia miliki  hanyalah hamparan  tanah, kemudian melihat meja kaca yang berkilau, yang dulu hanya selembar kain lusuh. Ketulusan bu Sarahlah yang menghantarkan Aya, kalau bukan karena kebaikannya, dan rasa sayang bu Sarah barang kali ia tidak akan bisa mencicipi rasanya seorang ibu. Ah mimpi apa Aya pagi itu. Selepas Ayahnya sang pemulung itu meninggalkan karena penyakit tuberkolosis, Aya sering tak masuk sekolah, dan sata bu Sarah tahu aya tak pernah masuk, akhirnya ia meminta kepala sekolahnya untuk memberikan alamat rumah Aya dan menemukan aya sedang melipatkan kakinya dengan tangan sambil menangis di sudut gubuk tua di sebuah perkampungan kumuh di Jakarta selatan, Bu sarah bukan seorang yang miskin, tapi seorang yang kaya hati dan dermawan, rela mengajar di sekolah perkampungan walau rumahnya jauh di perumahan kota, Jiwa sosialnya memang tinggi.

"Nah itu dia mereka " bu sarah berdiri dari kursi tersenyum pada Pak Ramdan yang masuk dalam keadaan basah karena sednag mencuci mobil. menyusl Ibu iin dan ada desir dalam hati Aya, dengan mata penuh nanar, ada rasa ingin memeluk , "Siapa dia?" tanyanya dalam hati.
Ibu itu tertegun melihat Aya yang menatapnya seakan ingin berkata "siapa kamu"

2 comments:

tulis komen mu disini ya