9/17/2012

Mengeja Kematian

~Ummu Hurairah~



Mengeja meski sulit, mengerti meski tertatih, tapi tak ada yang lebih besar perjuangan dari pada itu semua. Dalam perjalanan menuju jakarta aku tersentak kaget karena pa yang aku saksikan dari atas mobil.
Saat itu sore menjelang, dengan langit temaram jingga membanjiri semesta langit, saat itu aku sedang menikmati tetesan hujan yang singgah dijendela bus menuju Jakarta, tetesan itu menyapaku dengan lembut
“sore rahayu…..sapanya sambil berlalu “ ujung jariku pun menyentuhnya dibalik kaca, dan tersenyum menikmati dingin yang menghunus melalui sela sela jendela. Aku pun berlalu meninggalkan hujan yang deras diluaran sana , kembali pada bukuku, buku tentang persiapan menuju gerbang kematian.
Kematian itu lebih dekat dari pada urat leher, dan tidak ada teman dekat selain kematian, tidak ada jalan yang lebih dekat dari pada kematian.
Rasa kantuk menerjang mata, membuat tanganku sekejap menutup buku itu dan aku dekap didada, namun tak lama dalam lelap tidur yang sekejap, terdengar suara ribut dari sekelilingku. Suara histeris dan tangis dari dalam bus, aku terbangun seketika, dan berusaha mengumpulkan semua kesadaranku yang masih bersembunyi dalam mimpi tidur. Aku berdiri dari kursiku dan dengan cepat aku menoleh kearah luar jendela , seperti yang lain dan aku mencari tahu…
“ya Allah,,,,,,,,, apa yang aku saksikan, darah mengenang dikubangan air, ada buraian perut terhambur dari balik pintu mobil yang tergelatak, dan genangan duka pun meliputi jiwa jiwa yang menyaksikan kejadian sore itu, yang lebih naas lagi, aku melihat anak kecil berusia sekitar 2 tahun tergolek tak berdaya, kakinya mengerang, ntah apa yang terjadi.”
Aku terjauh diatas kursi, lemas menahan rasa ngeri, rasa duka , terlebih melihat anak kecil tadi yang masih tergolek hidup, mobil ini tak bisa berhenti, hanya bisa member kesempatan untukku melihat, tanpa bisa aku rengkuh anak tadi. Tangis pecah seperti langi yang sedang mengurai duka yang ia lihat dalam perjalanan ini. merinding sekujur badan . jika saja satu masa kematianku akhirnya sampai padaku. Maka datanglah ia saat aku sedang dalam sebaik baik iman, sebaik baik sangka padaMu, sebaik baik amal, sebaik- baik kematian..
Aku melihat ibu tua yang duduk disampingku hanyut dalam renungan atas apa  yang ia lihat.

Sampai kemana kamu akan lari
Keujung mimpimu
Keujung masa
Atau ke lubang semut sekalipun
Kematian tak bisa terelakan
Ia tak bisa dihindari
Pasti datang , saat kau siap bahkan tidak sama sekali



“Neng…neng….”suara ibu tua membangunkan aku, aku langsung terjaga perlangsung terjaga dari tidurku
“Astagfirullah, aku ketiduran ya bu…”ujarku masih setengah tak sadar.
“neng kenapa  tadi nangis waktu tidur, maaf ya ibu jadi perhatikan eneng tadi, ibu khawatir kenapa kenapa sama eneng…” ujarnya sambil memberikan bukuku yang tadi ku dekap dan ternyata , tanpa sadar aku menjatuhkannya saat tertidur.
“astagfirullah ibu tadi aku bermimpi melihat kecelakaan dari sini, rasanya begitu nyata, tapi tadi itu benar benar mimpi untunglah, tak sadar aku juga menangis ibu” ujarku pada ibu tua yang ikut dalam mimpiku. Aku pun berdiri dan mencoba melihat sekeliling, semua dalam keadaan tenang, sebagian tertidur, sebagian lainnya sedang sibuk dengan handphone dan sebagian lainnnya berbincang bincang.
Aku terduduk kembali di kursi merah dalam perjalanan menuju lebak bulus, aku menoleh kesamping dan melihat hujan mulai mereda, dan aku melihat langit tersenyum dengan warna merah , kuning dan hijau , biru ungu dan jingga.


*cerpen ini terinspirasi oleh kejadian temanku, dan aktivitasku yang suka rapat dengan sahabatku di Ikahimki…^^…so ini fiktif belaka

No comments:

Post a Comment

tulis komen mu disini ya